Benar, serbaedan-holic tidak salah baca judul di atas. Tanggal 9 Dzulhijah atau 17 November 2010, kemarin, aku ketemu Gayus Tambunan dan isterinya, di Padang Arafah, Saudi Arabia. Gayus mengenakan pakaian yang sama seperti jemaah haji lainnya yaitu ihram. Rupanya soal busana dan tempat, Gayus paham benar. Mana mungkin ia di Padang Arafah pakai jaket hitam dan wig? Emangnya mau nonton malaikat main tenis?
Betul. Gayus ternyata sedang menunaikan rukun Islam yang kelima, haji. Sejujurnya, akupun kaget! Bukankah si Gayus ini sebenarnya berada di bui di rutan brimob, kelapa dua, Jakarta? Tapi kenapa ia bisa pergi haji?
Rupanya, secara tidak sengaja mataku menatap bola mata Gayus. Ia pun dengan reflek menjawab rasa penasaran hatiku.
“Hahaha….. apa sih yang tidak mungkin di dunia ini, pak? ujar Gayus diiringi tawanya.
“Bu… bu… bukankah sampeyan kemarin ada di Bali nonton te… te… tenis”, jawabku terbata-bata saking kagetnya.
“Ah, bapak seperti orang o’on saja. Padahal kalau melihat tampang bapak yang tipikal macam petugas-petugas rutan di indonesia, pasti bapak WNI juga kan?
“Betul, aku asli Indonesia. Tapi kalau aku bisa ke Arafah ini setelah menunggu empat tahun lebih. Dan itupun, setelah setor depe 20 juta rupiah ke bank sebagai ONH reguler.”
“Hmm…. hehehe….”, Gayus mendengarkan sambil terus senyum-senyum.
“Eh…, kok sampeyan cuma mesem-mesem. Gimana sih orang macam sampeyan kok bisa pergi haji tanpa waiting list? Padahal sampeyan bukan angota DPR, apalagi pegawai kementerian agama?”
“Betul… betul… betul. Itulah hebatnya gua! Gayus Tambunan, bekas pegawai kementerian keuangan golongan IIIa yang di pecat setelah nilep setoran pajak. Dan sampai hari inipun status gua masih tersangka dan dibui di rutan brimob. Satu atap dengan Susno Duadji, hehehe….”
Kemudian Gayus melanjutkan, “gua pergi ke lokalisasi doli atau nonton tenis di Bali saja diijinin, maka kemarin gua minta ijin Karutan, jika pada tanggal 9 Dzulhijah ini gua mau ke Arafah pergi haji. dan langsung bapak komisaris polisi menandatangani sambil berpesan, tolong penyamarannya yang sempurna, hehehe…..”
“Wah… enak juga ya. Tapi bukankah ke Arab ini perlu visa haji?”
“Hehehe…. itu karena manusia masih suka uang. Jangankan buat nyuap centeng-centeng lapas, untuk ngidupin anak bini kepala rutan brimob saja gua cuma ngasih 370 juta. Jadi gua pikir, uang gua enggak bakalan habis buat nyuap kepala penjara se Indonesia, hehehe….” lanjut Gayus sambil terus nyengir.
“Iya. semua orang juga dah tahu. Tapi sampeyan bisa sampai ke Arafah ini ceritanya gimana?”
“Hehehe…. gua bisa ke Arafah ini cuma membayar 85 juta rupiah ke biro perjalanan di Jakarta. Dan semua beres, termasuk visanya”.
“Oh.. jadi sampeyan haji nonkuota alias ilegal donnnnngggggggg?”
“Hehehe….. itu istilah dari kementerian agama. Emang gua pikirin! Yang penting pemerintah kerajaan Arab Saudi telah mengeluarkan visa haji buat gua. Untuk pergi haji, pemerintah Arab saudi tidak perlu studi banding tentang rasialisme. Mau orang Amerika, India, Cina, Indonesia kek, pokoknya Islam. Dan lagi, mau jabatannya presiden, bupati, anggota DPR, bahkan tersangka macam gua, pemerintah Arab saudi tak peduli. Selama kuota haji yang diberikan kepada Indonesia masih ada, kita bisa naik haji ….. hehehe.” lanjut gayus sambil cengengesan.
Wah, enak juga jadi orang macam Gayus ini, pikirku. Bisa pergi kemana saja. Mau pergi haji pun tak perlu waiting list di Siskohat (sistem komputer haji terpadu) yang jika bernasib mujur ‘cuma’ dua tahun nunggu pergi haji. Padahal Indonesia punya UU No 13 tahun 2008 tentang haji. Dimana didalamnya mengatur tentang usia, jabatan, profesi dan kapasitas individu yang bisa pergi haji.
|
Melempar Jumroh |
“Ah, enggak selamanya enak? celetuk Gayus seakan membaca pikiranku.
“Loh. emang enggak enaknya apa?” tanyaku spontan.
“Saat lempar jumroh tadi.”
“Lah. bukankah sampeyan saat menuju aqabah untuk melempar jumrah tak menemui kendala? sampeyan dikawal selusin body guard?”
“Penglihatan bapak betul. Saat lempar jumrah, gua tadi di kawal hingga ke bibir sumur aqabah buat ngelempar setan. Saat tawaf mengelilingi ka’bah dan bisa mencium hajar aswad, juga berkat kawalan orang-orang bayaran. Waktu sa’i pun, gua bisa selesai bolak-balik tujuh kali tanpa lelah, karena gua pakai kursi roda yang didorong oleh orang-orang yang gua bayar. Jadi gua berpikir, di Arab ini pun, ternyata masih ada orang yang bisa gua suap. cuma….”
“Cuma apa ? ”, selaku penasaran.
“Waktu gua lempar jumrah, gua udah siapin segenggam batu kecil-kecil. Dan waktu gua ngelemparin tugu aqabah, eh……. batu itu mental kembali ke jidat gua. Kalo satu kali sih, mungkin itu kebetulan. Tapi sampai lemparan ke-tiga pun, selalu mental balik ke jidat gua. Dari pada muka gua bonyok, maka oleh pengawal yang udah gua suap, gua disarankan pindah ke tugu lainnya, yaitu menuju tugu wustha. Tanpa sepengetahuan pengawal dan jemaah lainnya, dan berbekal pengalaman menyakitkan saat melempar jumrah di aqabah, maka saat melempar jumrah di wustha, gua enggak pakai batu, tapi pakai 10 gulungan dolar amerika yang udah gua karetin.”
“Terus, apakah sampeyan dilempar balik?”
“Hehehe…. enggak. Justru…”
“Justru apa?”
“Justru ada suara, “terima kasih, setan pun telah engkau suap!”
Duh, gayus…. gayus. aya-aya wae.
“Dengan pengalaman haji pertama seperti itu, apakah sampeyan tahun depan akan pergi haji lagi?” tanyaku.
“Pak, bagi orang Islam pergi haji itu selain wajib hukumnya bagi yang mampu, juga bisa meningkatkan gengsi sosial sekaligus menghapus dosa. Jadi sudah barang tentu, gua akan pergi haji lagi kalo kepala rutan brimob yang baru masih bisa gua suap. Naik haji sekali, wajib hukumnya. Naik Haji yang ke-dua, di sunahkan. Entahlah, jika MUI mengeluarkan fatwa haram pergi haji yang ke-tiga kalinya.”
Gayus melanjutkan lagi, “Hussss…. tahu enggak pak, yang paling gua happy?”
“Enggak?”
“Gara-gara gua lemparin setan pakai dolar saat jumrah, pemerintah kerajaan Arab Saudi kini tengah menggodok aturan untuk tidak lagi melempar jumrah pakai batu, tetapi digantikan oleh uang rial. Berapapun nilainya.”
“Ah, ngawur sampeyan?!”
“Betul. Karena pemerintah Arab saudi paling dipusingkan banyaknya jemaah dari Indonesia. Konon, kalau hanya untuk melempari setan saja kenapa mesti berbondong-bondong ke Mina yang membutuhkan biaya yang mahal. Bukankah, di Indonesia setan-setan macam gua ini hidup disekitar kita?” kata Gayus yang mengakui dirinya setan.
|
Foto Gayus Tertangkap Kamera Saat Sedang Menunaikan Ibadah Haji |
“Pak… pak haji.., bangun pak. Pesawat lima menit lagi mendarat di Jakarta. Tolong pakai savebeltnya, pak haji!” tegur pramugari cantik sambil menepuk bahuku dengan lembut.
Duh, girangnya dipanggil pak haji. (sambil jingkrak-jingkrak)
Salam EDAN...!!!